Siapa sangka, Wildansyah, bek kiri Persib mengisi waktu rehat latihan dengan kuliah. Bagi dirinya, pendidikan merupakan salah satu kewajiban yang harus dijalani, selain berlatih bersama tim agar dapat memberikan yang terbaik di lapangan untuk kemajuan Persib. "Bagi saya kuliah itu penting, untuk masa depan saya. Selagi masih ada waktu dan tenaga, kenapa tidak," ujarnya, Selasa (9/11).
Wildansyah menimba ilmu di FISIP Unpas jurusan Ilmu komunikasi angkatan 2010 bersama Airlangga Sutjipto, mengambil kelas karyawan untuk lebih memudahkan dirinya mengatur jadwal kuliah dan berlatih bersama Persib. Menurutnya, kelas karyawan adalah pilihan terbaik untuk melanjutkan pendidikan. "Kebetulan Persib sedang libur latihan, saya lebih memilih kuliah dari pada berdiam diri. Oleh karena itu, saya mengambil kelas karyawan agar bisa lebih maksimal," ujarnya.
Meski harus berlatih pagi dan sore hari, para pemain Persib yang juga berkuliah di FISIP jurusan Ilmu komunikasi UNPAS seperti Atep dan Eka Ramdani selalu menyempatkan masuk kuliah di malam hari. "Lelah dan konsentrasi berkurang itu biasa, bukan kami (pemain Persib) saja yang merasakan demikian. Namanya juga kelas karyawan, otomatis yang kuliah di kelas itu biasanya pagi hingga sore mereka kerja dan malam harinya mereka kuliah," ujarnya.
Menurut Wildansyah, tidak ada perbedaan mata kuliah antara kelas karyawan dan reguler. Hanya saja bagi mahasiswa kelas karyawan materinya lebih padat, dan waktu untuk menjalani mata kuliah tertentu sedikit lebih lama dari kelas reguler. Berbicara cita-cita, pria yang lebih dikenal dengan sapaan Idun ini menuturkan, sampai saat ini dirinya belum merencanakan hal-hal yang terlalu jauh. Ia hanya akan konsentrasi untuk memberikan penampilan terbaiknya di Persib dan lebih giat kuliah agar cepat lulus. "Untuk saat ini saya hanya ingin yang terbaik bagi semua, ya di Persib juga di kuliah," ujarnya
Menurutnya, bagi para pemain Persib, sangat sulit untuk hadir disetiap jadwal kuliah yang ditentukan. Kendalanya adalah jadwal latihan yang padat serta harus melakukan pertandingan di luar kota. "Meski kami selalu menyempatkan diri untuk kuliah, tetapi kami terkadang terbentur oleh jadwal pertandingan tandang yang membuat kami harus bolos kuliah," ujarnya.***
Read More »»
Blog untuk bobotoh Persib Saalam Dunya Semua berita tentang Persib dan sepakbola Indonesia Download Software dan Mp3 gratis Tip dan trik blog Menghasilkan Uang di Internet Persib Shopee liga 1 transfer Windows berita seputar Rajapolah,Tasikmalaya,Jawa barat Berita CPNS Kab Tasikmalaya Kerajinan Rajapolah
11/10/2010
Tanggal 10 Nopember diperingati sebagai Hari Pahlawan. Hari di mana para pejuang Indonesia mempertahankan………
kedaulatan negara yang dicoba dirampas kembali kemerdekaannya oleh Belanda yang membonceng sekutu di kota Surabaya. Dalam pertempuran yang menewaskan banyak pejuang itu, Bung Karno pernah menyebutnya sebagai sebuah peristiwa heroik dengan semangat macan.
Memang mempertahankan kemerdekaan amat berat. Kita tahu bahwa hal itu adalah sebuah perjuangan yang dihiasi oleh darah dan air mata. Amat terasalah perjuangan itu ketika pertama-tama berada dalam situasi kemerdekaan. Memang benar tidak semudah merebutnya.
Kini situasi sudah jauh berubah. Tak ada lagi penjajahan sebab seluruh bangsa-bangsa di dunia ini sudah menjadi negara berdaulat dan kemerdekaaan sudah menjadi sebuah hal universal bagi seluruh negara di manapun itu.
Masalah yang kita hadapi adalah bagaimana mengisi dan mempertahankan kemerdekaaan. Semangat 10 Nopember adalah kekuatan untuk hal itu. Kita tahu bahwa persoalan yang kita hadapi sekarang ini adalah persoalan yang berat. Penjajah memang tak lagi datang, tetapi bahwa model lain dari penjajahan itu sudah menjadi persoalan kita sejak lama.
Dari dalam diri kita sendiri, penjajah datang dalam bentuk kebuntuan cara berpikir. Persoalan besar kita adalah persoalan kemiskinan, kebodohan, kemelaratan politik serta apatisme. Orientasi ke masa depan hampir tidak ada. Kalau kita berjalan sampai ke pelosok dan pedalaman negeri ini, yang ada hanyalah ketidakmampuan mengerti dan merancang mengenai masa depan.
Hal ini berkaitan dengan cara berpikir. Kita terbiasa tidak mau berjuang sebab kita mewarisi sebuah negeri yang sudah merdeka. Kita terbiasa hidup dalam kenyamanan kemapanan yang ada. Sebab kita adalah negeri yang amat terbiasa hidup dalam kenyamanan kehidupan yang semu. Sejak kita merdeka, memang negara ini tidak pernah membangkitkan semangat. Kita selalu dihantui oleh ketakutan jika berpartisipasi akan menghadapi masalah dari negeri ini.
Maka yang terjadi kini adalah sebuah negara tanpa arah dan tanpa semangat. Perhatikanlah setiap anak-anak yang bersekolah. Mereka memang pergi dan pulang, tetapi tidak tahu mengenai apa artinya masa depan. Perhatikan mereka yang bekerja, tanyakan apa yang sedang dikerjakan, pastilah akan menjawab untuk kepentingan dan investasi keluarganya sendiri. Tanyakan pada para birokrat, apa yang sedang mereka lakukan, mereka pasti menjawab bagaimana supaya mereka bisa tetap memperoleh gaji tanpa harus repot-repot.
Setiap orang di negeri ini memang amat sulit memperoleh napas baru bernama semangat tadi. Bandingkan dengan mereka yang tanpa tedeng aling-aling berjuang, angkat senjata dan menyerahkan nyawanya 10 Nopember 1948 silam. Mereka bersedia menyerahkan apa saja, demi satu tujuan yang membakar semangat mereka, yaitu mempertahankan kemerdekaan negerinya.
Sudah saatnyalah elit politik dan pemimpin negeri ini berhenti berbicara mengenai diri dan mereka saja. Sudah saatnya yang dibicarakan adalah bagaimana menyelamatkan negeri ini supaya bisa bertahan. Harus jujur kita akui bahwa fondasi semangat negeri ini sudah sangat rapuh. Yang ada adalah disharmoni, perebutan dan intrik politik serta korupsi. Bangsa ini harus dibangkitkan kembali semangatnya untuk bangkit dan mempertahankan ancaman yang datangnya dari dalam diri kita sendiri. (***)
Menumbuhkan Heroisme Baru
NEGARA tanpa pahlawan sama artinya negara tanpa kebanggaan. Jika sebuah negara tak memiliki tokoh yang bisa dibanggakan, negeri itu miskin harga diri. Ia bahkan bisa menjadi bangsa kelas teri. Karena itu, setiap negara mestinya memiliki tokoh yang disebut pahlawan.
Pahlawan menjadi penting karena ia memberi inspirasi. Inspirasi untuk selalu memperbaiki kondisi negeri. Inspirasi agar bangsa ini terus bangkit. Dan, bangsa ini sesungguhnya mempunyai amat banyak orang yang memberi inspirasi itu.
Persoalannya, apakah kita mampu ‘mengambil’ inspirasi dan kemudian secara terus-menerus mempunyai spirit untuk memperbaiki bangsa ini?
Karena itu, memperingati Hari Pahlawan seperti pada hari ini merupakan saat tepat untuk evaluasi ulang pemahaman kita akan arti pahlawan. Jika tidak, ia hanya akan menjadi seremoni hampa makna, tak membuat perubahan apa pun bagi negara. Negara seperti dibiarkan berjalan menuju bibir jurang.
Setiap generasi memang memiliki persoalan dan tantangannya sendiri. Dulu, musuh utama bangsa ini adalah penjajah. Heroisme untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan pun menjadi pekik yang tidak pernah berhenti disuarakan.
Kini, siapa yang layak menjadi musuh bangsa ini? Musuh besar kita tak lain dan tak bukan adalah korupsi, kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Itulah sejumlah masalah utama yang dihadapi negeri ini sekarang.
Korupsi seperti penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Orang justru berlomba-lomba mengeruk uang negara. Dan, itu terjadi di semua level yang menyebar baik di pusat maupun di daerah. Hampir di semua jajaran, baik yudikatif, legislatif, maupun eksekutif, terjangkit penyakit korupsi kronis.
Jumlah orang miskin juga seperti tak ada habis-habisnya. Padahal, pembangunan terus dilakukan. Tentu ada yang salah atau tidak beres dalam proses pembangunan kita. Salah dalam tataran perencanaan dan implementasi. Sebab masih amat banyak yang berpikiran bahwa harta negara boleh diambil semau-maunya.
Kini bangsa ini juga mengalami problem amat serius, yakni ketidakpercayaan diri. Sebuah bangsa tanpa kepercayaan diri tidak mungkin bisa menghasilkan produk-produk unggul. Keunggulan hanya bisa diraih jika kita mempunyai kebanggaan akan bangsa dan negerinya sendiri.
Dengan inferioritas ini kita akan sulit bersaing di era global. Sebab globalisasi menuntut keunggulan. Tanpa keunggulan, kita hanya akan menjadi penonton yang bisa berteriak-teriak, tetapi tidak bisa menentukan apa-apa.
Itulah makna heroisme baru yang harus dibangun terus-menerus. Kita tidak ingin jasa para pahlawan dan nilai-nilai luhurnya hanya ada dalam ingatan, tapi terlupakan dalam tindakan.
Makna Pahlawan Masa Kini
Bangsa kita setiap tahun merayakan Hari Pahlawan pada 10 November. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kita memilih 10 November sebagai Hari Pahlawan karena pada tanggal tersebut 61 tahun silam para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan tentara Inggris di Surabaya.
Saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk senjata api, selebihnya para pejuang menggunakan bambu runcing. Namun para pejuang kita tak pernah gentar untuk melawan penjajah. Kita masih ingat tokoh yang terkenal pada saat perjuangan itu yakni Bung Tomo yang mampu menyalakan semangat perjuangan rakyat lewat siaran-siarannya radionya. Ruslan Abdul Gani yang meninggal beberapa waktu lalu, adalah salah seorang pelaku sejarah waktu itu.
Setiap tahun kita mengenang jasa para pahlawan. Namun terasa, mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan yang kita lakukan sekarang cenderung bersifat seremonial. Memang kita tidak ikut mengorbankan nyawa seperti para pejuang di Surabaya pada waktu itu.
Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah kita merayakan Hari Pahlawan setiap 10 November.
Akan tetapi kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan?
Menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam segala bidang kehidupan. Dalam konteks ini kita dapat mengisi makna Hari Pahlawan yang kita peringati setiap tahun pada 10 November, termasuk pada hari ini. Bangsa ini sedang membutuhkan banyak pahlawan, pahlawan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kita mencatat beberapa wilayah Indonesia masih dihantui tindakan teror. Kita membutuhkan orang yang berani untuk menangkap pelakunya. Negeri kita sedang dililit kanker korupsi yang sudah mencapai stadium terakhir. Kita membutuhkan orang-orang berani untuk memberantasnya. Seorang ilmuwan pun bisa menjadi pahlawan dalam bidangnya berkat penemuannya yang dapat menyejahterahkan orang banyak. Seorang petugas pemadam kebakaran yang tewas saat berjuang mematikan api yang sedang membakar rumah penduduk adalah pahlawan juga.
Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, hari pahlawan tidak hanya pada 10 November, tetapi berlangsung setiap hari dalam hidup kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing. Mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas ditembak dalam perjuangan reformasi sewindu lalu adalah pahlawan, meskipun negara belum menobatkan mereka sebagai pahlawan.
Memang tidak mudah untuk menjadi pahlawan. Mungkin lebih mudah bagi kita menjadi pahlawan bakiak, yaitu suami yang patuh (takut) kepada istrinya. Atau menjadi pahlawan kesiangan, yakni orang yang baru mau bekerja (berjuang) setelah peperangan (masa sulit) berakhir atau orang yang ketika masa perjuangan tidak melakukan apa-apa, tetapi setelah peperangan selesai menyatakan diri pejuang.
Hari ini kita merayakan Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pejuang pada masa silam. Kita bertanya pada diri sendiri apakah kita rela mengorbankan diri untuk mengembangkan diri dalam bidang kita masing-masing dan mencetak prestasi dengan cara yang adil, pantas dan wajar. Itulah pahlawan sekarang.
Renungan Hari Pahlawan
Harapan yang disampaikan Menko Polhukam Widodo AS sangatlah wajar. Masyarakat diminta berkontribusi dan mendukung pengungkapan aksi teror di Poso.
Keikutsertaan masyarakat sangat penting sebab penciptaan keamanan dan rasa aman bukan hanya menjadi tanggung jawab aparat keamanan. Kita semua memiliki tanggung jawab yang sama untuk menciptakan situasi kehidupan masyarakat yang damai dan aman.
Khusus untuk Poso, perhatian pantas diberikan lebih karena pelaku kejahatan dan teror diduga berada di tengah masyarakat. Mereka menjadi bagian dari masyarakat dan setiap kali bisa melakukan tindakan, yang bukan hanya menciptakan kepedihan bagi mereka yang menjadi korban, tetapi mengobarkan rasa permusuhan.
Pertentangan, perselisihan, dan konflik antarkelompok dalam masyarakat sering kali menimbulkan kepedihan hati. Mengapa? Karena kita sebenarnya satu bangsa. Pada dasarnya kita adalah satu saudara. Sejak 28 Oktober 1928, kita sudah sepakat untuk menanggalkan “kekamian” di antara kita dan menggantikannya menjadi “kekitaan” tanpa mempersoalkan kembali asal-usul kita, menanggalkan semua rasa primordial kita.
Hari ini, tanggal 10 November, ketika kita merayakan Hari Pahlawan untuk memperingati perjuangan Pendiri Bangsa dalam mempertahankan keberadaan Indonesia, rasa itu semakin dalam. Kita yang diberi nikmat kemerdekaan ternyata tidak mensyukurinya. Kita malah saling membenci, saling curiga, saling memusuhi, dan yang lebih memprihatinkan saling menyakiti.
Sungguh aneh, orang-orang yang dicurigai melakukan aksi kejahatan dan teror terhadap sesama warga kemudian dilindungi. Bahkan, akses bagi aparat keamanan untuk mengungkap kebenaran, menjelaskan duduknya perkara, kemudian justru seperti ditutup.
Di sini kita tentunya mengharapkan keterbukaan semua pihak untuk tidak membenarkan aksi kekerasan. Sejauh mungkin kita harus menghindarkannya karena itu hanya melukai kita sendiri sebagai sebuah bangsa.
Ketika seseorang terbukti melakukan tindak kekerasan, hukumlah yang harus berbicara. Aparat penegak hukum tidak perlu ragu untuk bersikap tegas menegakkan aturan. Demi tegaknya kewibawaan hukum, yang dibutuhkan untuk menciptakan ketertiban umum, tidak boleh ada kompromi terhadap aturan.
Di sinilah imbauan Menko Polhukam kita nilai tepat. Masyarakat yang selama ini dinilai melindungi mereka yang melanggar hukum harus ikut membantu dengan menyerahkan mereka kepada aparat. Biarlah kemudian aparat penegak hukum yang memproses sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dalam persoalan Poso kita memang diingatkan bahwa penanganannya tidaklah mudah. Ibaratnya kita diminta untuk memegang telur. Kalau terlalu keras memegangnya, telur itu akan pecah, tetapi kalau terlalu longgar juga akan pecah karena akan terlepas dari tangan. Kita harus menanganinya secara tepat. Dan yang harus menjadi perhatian kita bersama janganlah masalah ini membuat kita sebagai bangsa jadi terpecah. Kasihan para pahlawan dan mereka yang berharap masa depan.
Dicari Pahlawan Anti Korupsi
Cerita korupsi tidak akan pernah habis kalau masih banyak orang masih sangat berkeinginan untuk tetap mencari kekayaan semata dalam kehidupannya. Dan Indonesia masih saja menjadi negara yang tidak lepas dari belenggu korupsi. Parahnya lagi pencegahan korupsi di Indonesia masih jalan di tempat. Bahkan dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 2,2 pada 2005 naik menjadi 2,4 pada 2006 yang dikeluarkan Transparency International (TI). Meski IPK Indonesia naik 0,2 poin, namun Indonesia masih berada di urutan 130 dari 163 negara yang disurvey, jauh berada di bawah Malaysia dengan IPK 5,0 dan Thailand dengan IPK 3,6. Itu belum lagi hasil survei yang dilakukan TI yang menunjukkan Instruksi Presiden No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi selama ini hanya menjadi dokumen yang tersimpan dengan rapi di atas meja pimpinan unit-unit kerja pemerintahan, namun belum dijalankan dan belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Padahal, presiden melalui Inpres No 5 Tahun 2004 telah mengamanatkan peningkatan kualitas pelayanan publik di butir keempat Inpres itu dan penetapan program serta wilayah bebas korupsi di butir kelimanya. Tentunya hal ini menunjukkan betapa masih buramnya potret di Indonesia tentang penanganan korupsi. Sungguh menyedihkan di tengah usia Indonesia yang sudah mencapai 61 tahun.
Korupsi sepertinya telah menjadi bobrok utama masyarakat, bahkan menjadi budaya dari kalangan berpangkat sampai rakyat biasa. Ibarat suatu penyakit sudah menjadi sangat kronis dan sudah menjalar ke seluruh tubuh sehingga mengakibatkan rusaknya tatanan sendi-sendi perekonomian. Akibat korupsi tidak ada lagi orang yang bisa menjadi pahlawan dan anutan. Yang banyak berseliweran adalah orang-orang yang mengaku pahlawan.
Parahnya lagi lebih banyak masyarakat sekarang yang malah berlomba-lomba menjadi terhormat dengan melakukan korupsi tanpa malu-malu. Bahkan korupsi itu sudah berani memutuskan hukum secara tidak benar, atau yang sekarang cukup populer di masyarakat dengan istilah kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit. Wah tentunya satu istilah yang sangat enak untuk didengar namun malah menjadi sebuah trend betapa kemudian seenaknya saja orang mencuri uang negara. Apakah keadaan ini harus terus dipertahankan. Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Namun tentunya saat ini yang sangat dicari adalah seorang pahlawan yang mampu memberantas korupsi yang sepertinya sudah berurat-berakar di negara ini. Dicari seorang yang berani menolak segala sesuatu pemberian hanya untuk kepentingan pribadinya. Orang yang berani memangkas birokrasi yang semuanya berujung kepada perilaku korupsi. Inilah yang menjadi satu tandatanya yang sangat besar dan menggelayut di dalam setiap pemikiran kita.
Bagaimana frame pahlawan anti korupsi tentunya sangat sulit untuk dijelaskan. Namun untuk dasarnya adalah bagaimana sosok hukum itu memberikan jaminan terwujudnya keadilan dan penegakan peraturan. Tetapi tetap saja hukum malah masih memberikan celah untuk seseorang dapat lepas misalnya dari jeratan hukum. Bahkan parahnya lagi ada seorang buronan koruptor di Banten masih enak berseliweran di tengah jalan raya sementara dirinya seharusnya sudah masuk dalam ruang tahanan untuk menjalani eksekusi terhadap perbuatannya yang merugikan negara selama ini.
Pahlawan anti korupsi itu tentunya adalah bagaimana hati nurani semua kita mampu berkata tidak pada saat kita melihat ada sesuatu yang sebenarnya tidak beres. Sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi hak kita. Tidak peduli dengan keadaan lingkungan sekitar yang memiliki harta berlimpah namun diperoleh dari hasil yang kurang sehat. Dan yang paling penting adalah bagaimana dia setiap saat takut dengan Tuhannya terhadap apa yang dilakukannya di muka bumi ini.
Sesungguhnya para pahlawan yang berjuang pada zaman revolusi dahulu jelas punya cita-cita mulia agar negara ini dapat berdiri dengan kukuh dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Para pahlawan rela berkorban agar anak cucunya tidak dicemoohkan oleh bangsa lain. Itulah yang seharusnya direnungkan semua kita bahwa kita memang harus bisa bangkit bukan sebagai negara juara satu koruptor namun menjadi negara yang nomor satu dalam kebersihannya dan kejujurannya.****
Read More »»
kedaulatan negara yang dicoba dirampas kembali kemerdekaannya oleh Belanda yang membonceng sekutu di kota Surabaya. Dalam pertempuran yang menewaskan banyak pejuang itu, Bung Karno pernah menyebutnya sebagai sebuah peristiwa heroik dengan semangat macan.
Memang mempertahankan kemerdekaan amat berat. Kita tahu bahwa hal itu adalah sebuah perjuangan yang dihiasi oleh darah dan air mata. Amat terasalah perjuangan itu ketika pertama-tama berada dalam situasi kemerdekaan. Memang benar tidak semudah merebutnya.
Kini situasi sudah jauh berubah. Tak ada lagi penjajahan sebab seluruh bangsa-bangsa di dunia ini sudah menjadi negara berdaulat dan kemerdekaaan sudah menjadi sebuah hal universal bagi seluruh negara di manapun itu.
Masalah yang kita hadapi adalah bagaimana mengisi dan mempertahankan kemerdekaaan. Semangat 10 Nopember adalah kekuatan untuk hal itu. Kita tahu bahwa persoalan yang kita hadapi sekarang ini adalah persoalan yang berat. Penjajah memang tak lagi datang, tetapi bahwa model lain dari penjajahan itu sudah menjadi persoalan kita sejak lama.
Dari dalam diri kita sendiri, penjajah datang dalam bentuk kebuntuan cara berpikir. Persoalan besar kita adalah persoalan kemiskinan, kebodohan, kemelaratan politik serta apatisme. Orientasi ke masa depan hampir tidak ada. Kalau kita berjalan sampai ke pelosok dan pedalaman negeri ini, yang ada hanyalah ketidakmampuan mengerti dan merancang mengenai masa depan.
Hal ini berkaitan dengan cara berpikir. Kita terbiasa tidak mau berjuang sebab kita mewarisi sebuah negeri yang sudah merdeka. Kita terbiasa hidup dalam kenyamanan kemapanan yang ada. Sebab kita adalah negeri yang amat terbiasa hidup dalam kenyamanan kehidupan yang semu. Sejak kita merdeka, memang negara ini tidak pernah membangkitkan semangat. Kita selalu dihantui oleh ketakutan jika berpartisipasi akan menghadapi masalah dari negeri ini.
Maka yang terjadi kini adalah sebuah negara tanpa arah dan tanpa semangat. Perhatikanlah setiap anak-anak yang bersekolah. Mereka memang pergi dan pulang, tetapi tidak tahu mengenai apa artinya masa depan. Perhatikan mereka yang bekerja, tanyakan apa yang sedang dikerjakan, pastilah akan menjawab untuk kepentingan dan investasi keluarganya sendiri. Tanyakan pada para birokrat, apa yang sedang mereka lakukan, mereka pasti menjawab bagaimana supaya mereka bisa tetap memperoleh gaji tanpa harus repot-repot.
Setiap orang di negeri ini memang amat sulit memperoleh napas baru bernama semangat tadi. Bandingkan dengan mereka yang tanpa tedeng aling-aling berjuang, angkat senjata dan menyerahkan nyawanya 10 Nopember 1948 silam. Mereka bersedia menyerahkan apa saja, demi satu tujuan yang membakar semangat mereka, yaitu mempertahankan kemerdekaan negerinya.
Sudah saatnyalah elit politik dan pemimpin negeri ini berhenti berbicara mengenai diri dan mereka saja. Sudah saatnya yang dibicarakan adalah bagaimana menyelamatkan negeri ini supaya bisa bertahan. Harus jujur kita akui bahwa fondasi semangat negeri ini sudah sangat rapuh. Yang ada adalah disharmoni, perebutan dan intrik politik serta korupsi. Bangsa ini harus dibangkitkan kembali semangatnya untuk bangkit dan mempertahankan ancaman yang datangnya dari dalam diri kita sendiri. (***)
Menumbuhkan Heroisme Baru
NEGARA tanpa pahlawan sama artinya negara tanpa kebanggaan. Jika sebuah negara tak memiliki tokoh yang bisa dibanggakan, negeri itu miskin harga diri. Ia bahkan bisa menjadi bangsa kelas teri. Karena itu, setiap negara mestinya memiliki tokoh yang disebut pahlawan.
Pahlawan menjadi penting karena ia memberi inspirasi. Inspirasi untuk selalu memperbaiki kondisi negeri. Inspirasi agar bangsa ini terus bangkit. Dan, bangsa ini sesungguhnya mempunyai amat banyak orang yang memberi inspirasi itu.
Persoalannya, apakah kita mampu ‘mengambil’ inspirasi dan kemudian secara terus-menerus mempunyai spirit untuk memperbaiki bangsa ini?
Karena itu, memperingati Hari Pahlawan seperti pada hari ini merupakan saat tepat untuk evaluasi ulang pemahaman kita akan arti pahlawan. Jika tidak, ia hanya akan menjadi seremoni hampa makna, tak membuat perubahan apa pun bagi negara. Negara seperti dibiarkan berjalan menuju bibir jurang.
Setiap generasi memang memiliki persoalan dan tantangannya sendiri. Dulu, musuh utama bangsa ini adalah penjajah. Heroisme untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan pun menjadi pekik yang tidak pernah berhenti disuarakan.
Kini, siapa yang layak menjadi musuh bangsa ini? Musuh besar kita tak lain dan tak bukan adalah korupsi, kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Itulah sejumlah masalah utama yang dihadapi negeri ini sekarang.
Korupsi seperti penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Orang justru berlomba-lomba mengeruk uang negara. Dan, itu terjadi di semua level yang menyebar baik di pusat maupun di daerah. Hampir di semua jajaran, baik yudikatif, legislatif, maupun eksekutif, terjangkit penyakit korupsi kronis.
Jumlah orang miskin juga seperti tak ada habis-habisnya. Padahal, pembangunan terus dilakukan. Tentu ada yang salah atau tidak beres dalam proses pembangunan kita. Salah dalam tataran perencanaan dan implementasi. Sebab masih amat banyak yang berpikiran bahwa harta negara boleh diambil semau-maunya.
Kini bangsa ini juga mengalami problem amat serius, yakni ketidakpercayaan diri. Sebuah bangsa tanpa kepercayaan diri tidak mungkin bisa menghasilkan produk-produk unggul. Keunggulan hanya bisa diraih jika kita mempunyai kebanggaan akan bangsa dan negerinya sendiri.
Dengan inferioritas ini kita akan sulit bersaing di era global. Sebab globalisasi menuntut keunggulan. Tanpa keunggulan, kita hanya akan menjadi penonton yang bisa berteriak-teriak, tetapi tidak bisa menentukan apa-apa.
Itulah makna heroisme baru yang harus dibangun terus-menerus. Kita tidak ingin jasa para pahlawan dan nilai-nilai luhurnya hanya ada dalam ingatan, tapi terlupakan dalam tindakan.
Makna Pahlawan Masa Kini
Bangsa kita setiap tahun merayakan Hari Pahlawan pada 10 November. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kita memilih 10 November sebagai Hari Pahlawan karena pada tanggal tersebut 61 tahun silam para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan tentara Inggris di Surabaya.
Saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk senjata api, selebihnya para pejuang menggunakan bambu runcing. Namun para pejuang kita tak pernah gentar untuk melawan penjajah. Kita masih ingat tokoh yang terkenal pada saat perjuangan itu yakni Bung Tomo yang mampu menyalakan semangat perjuangan rakyat lewat siaran-siarannya radionya. Ruslan Abdul Gani yang meninggal beberapa waktu lalu, adalah salah seorang pelaku sejarah waktu itu.
Setiap tahun kita mengenang jasa para pahlawan. Namun terasa, mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan yang kita lakukan sekarang cenderung bersifat seremonial. Memang kita tidak ikut mengorbankan nyawa seperti para pejuang di Surabaya pada waktu itu.
Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah kita merayakan Hari Pahlawan setiap 10 November.
Akan tetapi kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan?
Menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam segala bidang kehidupan. Dalam konteks ini kita dapat mengisi makna Hari Pahlawan yang kita peringati setiap tahun pada 10 November, termasuk pada hari ini. Bangsa ini sedang membutuhkan banyak pahlawan, pahlawan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kita mencatat beberapa wilayah Indonesia masih dihantui tindakan teror. Kita membutuhkan orang yang berani untuk menangkap pelakunya. Negeri kita sedang dililit kanker korupsi yang sudah mencapai stadium terakhir. Kita membutuhkan orang-orang berani untuk memberantasnya. Seorang ilmuwan pun bisa menjadi pahlawan dalam bidangnya berkat penemuannya yang dapat menyejahterahkan orang banyak. Seorang petugas pemadam kebakaran yang tewas saat berjuang mematikan api yang sedang membakar rumah penduduk adalah pahlawan juga.
Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, hari pahlawan tidak hanya pada 10 November, tetapi berlangsung setiap hari dalam hidup kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing. Mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas ditembak dalam perjuangan reformasi sewindu lalu adalah pahlawan, meskipun negara belum menobatkan mereka sebagai pahlawan.
Memang tidak mudah untuk menjadi pahlawan. Mungkin lebih mudah bagi kita menjadi pahlawan bakiak, yaitu suami yang patuh (takut) kepada istrinya. Atau menjadi pahlawan kesiangan, yakni orang yang baru mau bekerja (berjuang) setelah peperangan (masa sulit) berakhir atau orang yang ketika masa perjuangan tidak melakukan apa-apa, tetapi setelah peperangan selesai menyatakan diri pejuang.
Hari ini kita merayakan Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pejuang pada masa silam. Kita bertanya pada diri sendiri apakah kita rela mengorbankan diri untuk mengembangkan diri dalam bidang kita masing-masing dan mencetak prestasi dengan cara yang adil, pantas dan wajar. Itulah pahlawan sekarang.
Renungan Hari Pahlawan
Harapan yang disampaikan Menko Polhukam Widodo AS sangatlah wajar. Masyarakat diminta berkontribusi dan mendukung pengungkapan aksi teror di Poso.
Keikutsertaan masyarakat sangat penting sebab penciptaan keamanan dan rasa aman bukan hanya menjadi tanggung jawab aparat keamanan. Kita semua memiliki tanggung jawab yang sama untuk menciptakan situasi kehidupan masyarakat yang damai dan aman.
Khusus untuk Poso, perhatian pantas diberikan lebih karena pelaku kejahatan dan teror diduga berada di tengah masyarakat. Mereka menjadi bagian dari masyarakat dan setiap kali bisa melakukan tindakan, yang bukan hanya menciptakan kepedihan bagi mereka yang menjadi korban, tetapi mengobarkan rasa permusuhan.
Pertentangan, perselisihan, dan konflik antarkelompok dalam masyarakat sering kali menimbulkan kepedihan hati. Mengapa? Karena kita sebenarnya satu bangsa. Pada dasarnya kita adalah satu saudara. Sejak 28 Oktober 1928, kita sudah sepakat untuk menanggalkan “kekamian” di antara kita dan menggantikannya menjadi “kekitaan” tanpa mempersoalkan kembali asal-usul kita, menanggalkan semua rasa primordial kita.
Hari ini, tanggal 10 November, ketika kita merayakan Hari Pahlawan untuk memperingati perjuangan Pendiri Bangsa dalam mempertahankan keberadaan Indonesia, rasa itu semakin dalam. Kita yang diberi nikmat kemerdekaan ternyata tidak mensyukurinya. Kita malah saling membenci, saling curiga, saling memusuhi, dan yang lebih memprihatinkan saling menyakiti.
Sungguh aneh, orang-orang yang dicurigai melakukan aksi kejahatan dan teror terhadap sesama warga kemudian dilindungi. Bahkan, akses bagi aparat keamanan untuk mengungkap kebenaran, menjelaskan duduknya perkara, kemudian justru seperti ditutup.
Di sini kita tentunya mengharapkan keterbukaan semua pihak untuk tidak membenarkan aksi kekerasan. Sejauh mungkin kita harus menghindarkannya karena itu hanya melukai kita sendiri sebagai sebuah bangsa.
Ketika seseorang terbukti melakukan tindak kekerasan, hukumlah yang harus berbicara. Aparat penegak hukum tidak perlu ragu untuk bersikap tegas menegakkan aturan. Demi tegaknya kewibawaan hukum, yang dibutuhkan untuk menciptakan ketertiban umum, tidak boleh ada kompromi terhadap aturan.
Di sinilah imbauan Menko Polhukam kita nilai tepat. Masyarakat yang selama ini dinilai melindungi mereka yang melanggar hukum harus ikut membantu dengan menyerahkan mereka kepada aparat. Biarlah kemudian aparat penegak hukum yang memproses sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dalam persoalan Poso kita memang diingatkan bahwa penanganannya tidaklah mudah. Ibaratnya kita diminta untuk memegang telur. Kalau terlalu keras memegangnya, telur itu akan pecah, tetapi kalau terlalu longgar juga akan pecah karena akan terlepas dari tangan. Kita harus menanganinya secara tepat. Dan yang harus menjadi perhatian kita bersama janganlah masalah ini membuat kita sebagai bangsa jadi terpecah. Kasihan para pahlawan dan mereka yang berharap masa depan.
Dicari Pahlawan Anti Korupsi
Cerita korupsi tidak akan pernah habis kalau masih banyak orang masih sangat berkeinginan untuk tetap mencari kekayaan semata dalam kehidupannya. Dan Indonesia masih saja menjadi negara yang tidak lepas dari belenggu korupsi. Parahnya lagi pencegahan korupsi di Indonesia masih jalan di tempat. Bahkan dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 2,2 pada 2005 naik menjadi 2,4 pada 2006 yang dikeluarkan Transparency International (TI). Meski IPK Indonesia naik 0,2 poin, namun Indonesia masih berada di urutan 130 dari 163 negara yang disurvey, jauh berada di bawah Malaysia dengan IPK 5,0 dan Thailand dengan IPK 3,6. Itu belum lagi hasil survei yang dilakukan TI yang menunjukkan Instruksi Presiden No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi selama ini hanya menjadi dokumen yang tersimpan dengan rapi di atas meja pimpinan unit-unit kerja pemerintahan, namun belum dijalankan dan belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Padahal, presiden melalui Inpres No 5 Tahun 2004 telah mengamanatkan peningkatan kualitas pelayanan publik di butir keempat Inpres itu dan penetapan program serta wilayah bebas korupsi di butir kelimanya. Tentunya hal ini menunjukkan betapa masih buramnya potret di Indonesia tentang penanganan korupsi. Sungguh menyedihkan di tengah usia Indonesia yang sudah mencapai 61 tahun.
Korupsi sepertinya telah menjadi bobrok utama masyarakat, bahkan menjadi budaya dari kalangan berpangkat sampai rakyat biasa. Ibarat suatu penyakit sudah menjadi sangat kronis dan sudah menjalar ke seluruh tubuh sehingga mengakibatkan rusaknya tatanan sendi-sendi perekonomian. Akibat korupsi tidak ada lagi orang yang bisa menjadi pahlawan dan anutan. Yang banyak berseliweran adalah orang-orang yang mengaku pahlawan.
Parahnya lagi lebih banyak masyarakat sekarang yang malah berlomba-lomba menjadi terhormat dengan melakukan korupsi tanpa malu-malu. Bahkan korupsi itu sudah berani memutuskan hukum secara tidak benar, atau yang sekarang cukup populer di masyarakat dengan istilah kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit. Wah tentunya satu istilah yang sangat enak untuk didengar namun malah menjadi sebuah trend betapa kemudian seenaknya saja orang mencuri uang negara. Apakah keadaan ini harus terus dipertahankan. Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Namun tentunya saat ini yang sangat dicari adalah seorang pahlawan yang mampu memberantas korupsi yang sepertinya sudah berurat-berakar di negara ini. Dicari seorang yang berani menolak segala sesuatu pemberian hanya untuk kepentingan pribadinya. Orang yang berani memangkas birokrasi yang semuanya berujung kepada perilaku korupsi. Inilah yang menjadi satu tandatanya yang sangat besar dan menggelayut di dalam setiap pemikiran kita.
Bagaimana frame pahlawan anti korupsi tentunya sangat sulit untuk dijelaskan. Namun untuk dasarnya adalah bagaimana sosok hukum itu memberikan jaminan terwujudnya keadilan dan penegakan peraturan. Tetapi tetap saja hukum malah masih memberikan celah untuk seseorang dapat lepas misalnya dari jeratan hukum. Bahkan parahnya lagi ada seorang buronan koruptor di Banten masih enak berseliweran di tengah jalan raya sementara dirinya seharusnya sudah masuk dalam ruang tahanan untuk menjalani eksekusi terhadap perbuatannya yang merugikan negara selama ini.
Pahlawan anti korupsi itu tentunya adalah bagaimana hati nurani semua kita mampu berkata tidak pada saat kita melihat ada sesuatu yang sebenarnya tidak beres. Sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi hak kita. Tidak peduli dengan keadaan lingkungan sekitar yang memiliki harta berlimpah namun diperoleh dari hasil yang kurang sehat. Dan yang paling penting adalah bagaimana dia setiap saat takut dengan Tuhannya terhadap apa yang dilakukannya di muka bumi ini.
Sesungguhnya para pahlawan yang berjuang pada zaman revolusi dahulu jelas punya cita-cita mulia agar negara ini dapat berdiri dengan kukuh dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Para pahlawan rela berkorban agar anak cucunya tidak dicemoohkan oleh bangsa lain. Itulah yang seharusnya direnungkan semua kita bahwa kita memang harus bisa bangkit bukan sebagai negara juara satu koruptor namun menjadi negara yang nomor satu dalam kebersihannya dan kejujurannya.****
Read More »»
JAKARTA – Irfan Bachdim sempat mengalami cedera engkel saat sesi latihan Timnas di Lapangan ABC, Senayan Jakarta, Selasa (9/11/2010) sore. Beruntung cederanya tidak parah, striker Persema Malang ini bisa kembali mengikuti latihan, Rabu pagi tadi.
Pada sesi latihan Selasa kemarin, Irfan Bachdim terpaksa beristirahat dan menghabisi sisa latihan dari pinggir lapangan, karena sempat terkilir setelah menendang bola.
Tim medis Timnas mengatakan cedera Irfan tidak parah namun perlu diistirahatkan sekira dua hari untuk bisa kembali mengikuti latihan tim yang dipersiapkan untuk Piala AFF Desember mendatang itu.
Latihan pagi tadi yang digelar sekira dua jam dari pukul 07.00 WIB itu juga sudah diikuti striker asal Persib Cristian ‘El-Loco’ Gonzales.Sebelumnya, striker naturalisasi berdarah Uruguay ini terpaksa absen dua hari sejak latihan perdana 8 November kemarin karena harus menemani istrinya yang sedang sakit.
“Saya senang bisa latihan bersama Bambang dan yang lain, selama ini kami bertanding di lapangan sekarang bisa latihan bersama,” kata Gonzales kepada wartawan di Lapangan ABC Senayan, Rabu (10/11/2010).
Dua pemain yang belum hadir yaitu Boaz Salossa dan Oktomaniani. Mengenai ketidakhadiran kedua pemain itu, pelatih Alfred Riedl akan menunggu hingga Kamis besok. Jika keduanya tetap absen, maka kemungkinan besar akan dicoret dari Timnas.
Selama satu pekan ini Alfred Riedl menekankan porsi latihan fisik pada Bambang Pamungkas dkk, setelah itu tim baru akan mendapatkan penggemblengan taktis bermain.
Sekretaris Alfred Riedl, Huda Setya memaparkan Alfred Riedl nantinya akan melakukan evaluasi terhadap para pemain termasuk membahas kemungkinan mengurangi jumlah skuad. “ Tapi kapan waktunya saya belum tahu,” kata Huda.
Read More »»
Pada sesi latihan Selasa kemarin, Irfan Bachdim terpaksa beristirahat dan menghabisi sisa latihan dari pinggir lapangan, karena sempat terkilir setelah menendang bola.
Tim medis Timnas mengatakan cedera Irfan tidak parah namun perlu diistirahatkan sekira dua hari untuk bisa kembali mengikuti latihan tim yang dipersiapkan untuk Piala AFF Desember mendatang itu.
Latihan pagi tadi yang digelar sekira dua jam dari pukul 07.00 WIB itu juga sudah diikuti striker asal Persib Cristian ‘El-Loco’ Gonzales.Sebelumnya, striker naturalisasi berdarah Uruguay ini terpaksa absen dua hari sejak latihan perdana 8 November kemarin karena harus menemani istrinya yang sedang sakit.
“Saya senang bisa latihan bersama Bambang dan yang lain, selama ini kami bertanding di lapangan sekarang bisa latihan bersama,” kata Gonzales kepada wartawan di Lapangan ABC Senayan, Rabu (10/11/2010).
Dua pemain yang belum hadir yaitu Boaz Salossa dan Oktomaniani. Mengenai ketidakhadiran kedua pemain itu, pelatih Alfred Riedl akan menunggu hingga Kamis besok. Jika keduanya tetap absen, maka kemungkinan besar akan dicoret dari Timnas.
Selama satu pekan ini Alfred Riedl menekankan porsi latihan fisik pada Bambang Pamungkas dkk, setelah itu tim baru akan mendapatkan penggemblengan taktis bermain.
Sekretaris Alfred Riedl, Huda Setya memaparkan Alfred Riedl nantinya akan melakukan evaluasi terhadap para pemain termasuk membahas kemungkinan mengurangi jumlah skuad. “ Tapi kapan waktunya saya belum tahu,” kata Huda.
Read More »»
LEMBANG,(GM)-
Misteri tentang keberadaan tim dari Bandung yang akan mengikuti Liga Primer Indonesia (LPI), akhirnya menemui titik terang.
Pada peluncuran kompetisi yang digagas Aripin Panigoro itu, klub asal Bandung yang disebutkan bernama Maung Bandung Raya (MBR) tersebut kemungkinan besar akan bernama Bandung FC. Klub ini dipimpin Mohamad Kusnaeni, mantan pemimpin redaksi majalah sepak bola terbitan Jakarta yang kini menjadi salah seorang redaktur harian olahraga di ibu kota.
Jabatan resmi Kusnaeni di Bandung FC adalah direktur klub. Tentang Bandung FC, Kusnaeni menjelaskan, keberadaannya merupakan pelengkap bagi klub-klub yang sudah ada di Kota Bandung. Harapannya, kehadiran Bandung FC bisa menjadi fasilitator pemain-pemain berbakat yang bertebaran di wilayah Bandung Raya.
"Kami hadir di Bandung bukan untuk mencari lawan atau musuh. Kami ingin persahabatan dan pelengkap persepakbolaan di sini (Bandung, red). Semua yang kami laksanakan akan menghasilkan ekses positif bagi persepakbolaan di Bandung dan nasional pada umumnya," ujar Kusnaeni.
Sebagai sebuah klub yang baru lahir, Kusnaeni tidak lupa meminta masukan dan saran dari pelaku sepak bola di Bandung.
Seperti diberitakan "GM" sebelumnya, untuk membentuk tim ini, manajemen klub Bandung FC sudah menunjuk pelatih kepala Nandar Iskandar yang dibantu dua asistennya, Budiman dan Agus Atha. Ketiganya sudah memimpin proses seleksi yang dilakukan di Lembang, 7-9 November ini. Dalam seleksi tahap pertama ini, hadir sejumlah pemain ternama seperti Yaris Riyadi, Deden Hermawan (Persib), Egi Nirwan (Persema), dan mantan penjaga gawang nasional Kurnia Sandy.
Informasi teranyar yang didapatkan "GM", proses seleksi tahap kedua akan dilakukan pada 15-20 November mendatang. "Mayoritas pemain yang ikut seleksi memiliki skill serta pengalaman. Sebetulnya, bagi kami tak sulit untuk menyeleksinya, hanya saja kita masih menunggu seleksi berikutnya untuk menetapkan pemain yang diikusertakan," jelas Nandar.
Untuk melengkapi staf pelatihnya, Bandung FC kini sedang mencari seorang pelatih fisik. Tim ini rencananya akan menggunakan Stadion Siliwangi atau Stadion Si Jalak Harupat Soreang, Kab. Bandung sebagai homebase. (B.82)**
Read More »»
Misteri tentang keberadaan tim dari Bandung yang akan mengikuti Liga Primer Indonesia (LPI), akhirnya menemui titik terang.
Pada peluncuran kompetisi yang digagas Aripin Panigoro itu, klub asal Bandung yang disebutkan bernama Maung Bandung Raya (MBR) tersebut kemungkinan besar akan bernama Bandung FC. Klub ini dipimpin Mohamad Kusnaeni, mantan pemimpin redaksi majalah sepak bola terbitan Jakarta yang kini menjadi salah seorang redaktur harian olahraga di ibu kota.
Jabatan resmi Kusnaeni di Bandung FC adalah direktur klub. Tentang Bandung FC, Kusnaeni menjelaskan, keberadaannya merupakan pelengkap bagi klub-klub yang sudah ada di Kota Bandung. Harapannya, kehadiran Bandung FC bisa menjadi fasilitator pemain-pemain berbakat yang bertebaran di wilayah Bandung Raya.
"Kami hadir di Bandung bukan untuk mencari lawan atau musuh. Kami ingin persahabatan dan pelengkap persepakbolaan di sini (Bandung, red). Semua yang kami laksanakan akan menghasilkan ekses positif bagi persepakbolaan di Bandung dan nasional pada umumnya," ujar Kusnaeni.
Sebagai sebuah klub yang baru lahir, Kusnaeni tidak lupa meminta masukan dan saran dari pelaku sepak bola di Bandung.
Seperti diberitakan "GM" sebelumnya, untuk membentuk tim ini, manajemen klub Bandung FC sudah menunjuk pelatih kepala Nandar Iskandar yang dibantu dua asistennya, Budiman dan Agus Atha. Ketiganya sudah memimpin proses seleksi yang dilakukan di Lembang, 7-9 November ini. Dalam seleksi tahap pertama ini, hadir sejumlah pemain ternama seperti Yaris Riyadi, Deden Hermawan (Persib), Egi Nirwan (Persema), dan mantan penjaga gawang nasional Kurnia Sandy.
Informasi teranyar yang didapatkan "GM", proses seleksi tahap kedua akan dilakukan pada 15-20 November mendatang. "Mayoritas pemain yang ikut seleksi memiliki skill serta pengalaman. Sebetulnya, bagi kami tak sulit untuk menyeleksinya, hanya saja kita masih menunggu seleksi berikutnya untuk menetapkan pemain yang diikusertakan," jelas Nandar.
Untuk melengkapi staf pelatihnya, Bandung FC kini sedang mencari seorang pelatih fisik. Tim ini rencananya akan menggunakan Stadion Siliwangi atau Stadion Si Jalak Harupat Soreang, Kab. Bandung sebagai homebase. (B.82)**
Read More »»
DALAM berbagai kesempatan, tim pelatih dan manajemen tim Persib Bandung sudah menunjuk lini pertahanan tim kebanggaan bobotoh ini menjadi masalah terbesar dalam 6 laga pembuka mereka di Liga Super Indonesia (LSI) 2010/2011. Mereka menilai, barisan pertahanan yang dikomandani dua pemain tim nasional, Nova Arianto dan Maman Abdurahman sangat keropos dan mudah ditembus lawan. Benarkah?
Kesimpulan tersebut ada benarnya. Tapi berdasarkan data statistik yang coba disusun "GM", ada persoalan lain yang turut memperparah kinerja tim secara keseluruhan yang menyebabkan Persib terpuruk di awal musim ini. Menurut asisten pelatih Persib, Robby Darwis, persoalan yang tidak kalah penting untuk segera dibenahi adalah menyangkut kondisi stamina dan konsentrasi para pemain sepanjang laga.
"Karena stamina menurun, konsentrasi pemain di babak kedua turut menurun. Karena itu, kita lebih banyak kebobolan di babak kedua," kata Robby ketika dihubungi "GM", Selasa (9/11).
Robby benar. Statistik menunjukkan, dari 12 gol yang bersarang ke gawang Persib, 75% atau sebanyak 9 gol terjadi di babak kedua. Sedangkan tiga lainnya atau 25% terjadi di babak pertama. Dari empat kekalahan yang dialami Persib, hampir semua gol penentu kekalahan terjadi di babak kedua. Padahal pada saat jeda, ketika stamina masih bugar, Persib masih bisa mengimbangi lawan.
Contoh yang paling mencolok adalah ketika Persib dihajar Deltras Sidoarjo 1-4 dan Persija Jakarta 0-3. Dalam dua pertandingan tandang tersebut, di babak pertama Persib bisa memaksakan hasil imbang 0-0. Tapi memasuki gawang kedua, lini pertahanan Persib porak-poranda dan gawang Markus Horison tanpa ampun diberondong empat gol saat melawan Deltras dan tiga gol saat dihantam Persija.
Sadar akan buruknya stamina para pemain, manajemen klub sudah mengambil langkah strategis, yaitu mendatangkan kembali Entang Hermanu sebagai pelatih fisik. Kita tunggu hasilnya! (endan suhendra/"GM")**
Read More »»
Kesimpulan tersebut ada benarnya. Tapi berdasarkan data statistik yang coba disusun "GM", ada persoalan lain yang turut memperparah kinerja tim secara keseluruhan yang menyebabkan Persib terpuruk di awal musim ini. Menurut asisten pelatih Persib, Robby Darwis, persoalan yang tidak kalah penting untuk segera dibenahi adalah menyangkut kondisi stamina dan konsentrasi para pemain sepanjang laga.
"Karena stamina menurun, konsentrasi pemain di babak kedua turut menurun. Karena itu, kita lebih banyak kebobolan di babak kedua," kata Robby ketika dihubungi "GM", Selasa (9/11).
Robby benar. Statistik menunjukkan, dari 12 gol yang bersarang ke gawang Persib, 75% atau sebanyak 9 gol terjadi di babak kedua. Sedangkan tiga lainnya atau 25% terjadi di babak pertama. Dari empat kekalahan yang dialami Persib, hampir semua gol penentu kekalahan terjadi di babak kedua. Padahal pada saat jeda, ketika stamina masih bugar, Persib masih bisa mengimbangi lawan.
Contoh yang paling mencolok adalah ketika Persib dihajar Deltras Sidoarjo 1-4 dan Persija Jakarta 0-3. Dalam dua pertandingan tandang tersebut, di babak pertama Persib bisa memaksakan hasil imbang 0-0. Tapi memasuki gawang kedua, lini pertahanan Persib porak-poranda dan gawang Markus Horison tanpa ampun diberondong empat gol saat melawan Deltras dan tiga gol saat dihantam Persija.
Sadar akan buruknya stamina para pemain, manajemen klub sudah mengambil langkah strategis, yaitu mendatangkan kembali Entang Hermanu sebagai pelatih fisik. Kita tunggu hasilnya! (endan suhendra/"GM")**
Read More »»
BANDUNG,(GM)-
Kritik terhadap tim Persib Bandung yang dalam enam pertandingan Liga Super Indonesia 2010/2011 belum memuaskan tidak hanya menerpa lini belakang. Produktivitas lini depan juga menjadi perhatian khusus untuk segera diperbaiki.
Masalah ketajaman menjadi sorotan juga tidak terlepas dari dua laga terakhir yang gagal menciptakan gol. Cristian Gonzales hingga laga keenamnya baru menciptakan satu gol. Sedangkan tendemnya, Pablo Alejandro Frances baru mengemas dua gol.
Manajer Persib, Umuh Muchtar mengungkapkan, jajaran pelatih juga harus membenahi performa para penyerang. Termasuk performa para gelandang yang juga seharusnya bisa membantu duet Gonzales-Pablo atau penggantinya Rachmat Afandi dalam menciptakan gol.
"Kita 'kan janji akan mengevaluasi semuanya. Kemarin saya berbicara bahwa lini belakang kita bermasalah karena sering kebobolan. Sekarang giliran lini depan yang harus bisa dibenahi agar bisa mencetak banyak gol," ungkap Umuh, Selasa (9/11), seperti dikutip okezone.com.
Umuh juga sempat mengkritisi proses pergantian pemain yang dilakukan pelatih Jovo Cuckovic dan asistennya Robby Darwis. Dia menilai, performa Rachmat Afandi cukup gemilang dan efektif. Namun, pada beberapa kesempatan, Fandi --sapaan akrabnya-- justru hanya dimainkan sekitar 10-15 menit saja. "Sebaiknya nanti juga dilihat lagi. Kalau ternyata duet Gonzales-Pablo mentok, ada baiknya diganti dengan Fandi yang naluri golnya luar biasa. Ini hanya saran saja," jelasnya.
Namun, Umuh juga tetap optimistis dengan hadirnya Hilton Mauro Moreira, ketajaman lini depan bisa dimaksimalkan. Bomber asal Brasil tersebut diperkirakan bisa tampil membela "Maung Bandung" saat dijamu Sriwijaya FC, 2 Januari mendatang. "Kita bisa lihat duet Gonzales-Hilton musim lalu luar biasa. Tapi pesan saya adalah, jangan terlalu bergantung kepada 1-2 pemain saja. Semua pemain harus tetap bisa dimaksimalkan," bebernya.
Sementara itu, pilar lini belakang Persib, Nova Arianto sangat berharap pengatur serangan "Maung Bandung", Eka Ramdani segera pulih dari cederanya. Harapan tersebut tidak berlebihan, lantaran dalam dua laga terakhir, tanpa kehadiran Eka penampilan Persib jauh menurun. "Adanya Eka bisa memberi kekuatan bagi tim," ungkap Nova. (B.51/net)**
Read More »»
Kritik terhadap tim Persib Bandung yang dalam enam pertandingan Liga Super Indonesia 2010/2011 belum memuaskan tidak hanya menerpa lini belakang. Produktivitas lini depan juga menjadi perhatian khusus untuk segera diperbaiki.
Masalah ketajaman menjadi sorotan juga tidak terlepas dari dua laga terakhir yang gagal menciptakan gol. Cristian Gonzales hingga laga keenamnya baru menciptakan satu gol. Sedangkan tendemnya, Pablo Alejandro Frances baru mengemas dua gol.
Manajer Persib, Umuh Muchtar mengungkapkan, jajaran pelatih juga harus membenahi performa para penyerang. Termasuk performa para gelandang yang juga seharusnya bisa membantu duet Gonzales-Pablo atau penggantinya Rachmat Afandi dalam menciptakan gol.
"Kita 'kan janji akan mengevaluasi semuanya. Kemarin saya berbicara bahwa lini belakang kita bermasalah karena sering kebobolan. Sekarang giliran lini depan yang harus bisa dibenahi agar bisa mencetak banyak gol," ungkap Umuh, Selasa (9/11), seperti dikutip okezone.com.
Umuh juga sempat mengkritisi proses pergantian pemain yang dilakukan pelatih Jovo Cuckovic dan asistennya Robby Darwis. Dia menilai, performa Rachmat Afandi cukup gemilang dan efektif. Namun, pada beberapa kesempatan, Fandi --sapaan akrabnya-- justru hanya dimainkan sekitar 10-15 menit saja. "Sebaiknya nanti juga dilihat lagi. Kalau ternyata duet Gonzales-Pablo mentok, ada baiknya diganti dengan Fandi yang naluri golnya luar biasa. Ini hanya saran saja," jelasnya.
Namun, Umuh juga tetap optimistis dengan hadirnya Hilton Mauro Moreira, ketajaman lini depan bisa dimaksimalkan. Bomber asal Brasil tersebut diperkirakan bisa tampil membela "Maung Bandung" saat dijamu Sriwijaya FC, 2 Januari mendatang. "Kita bisa lihat duet Gonzales-Hilton musim lalu luar biasa. Tapi pesan saya adalah, jangan terlalu bergantung kepada 1-2 pemain saja. Semua pemain harus tetap bisa dimaksimalkan," bebernya.
Sementara itu, pilar lini belakang Persib, Nova Arianto sangat berharap pengatur serangan "Maung Bandung", Eka Ramdani segera pulih dari cederanya. Harapan tersebut tidak berlebihan, lantaran dalam dua laga terakhir, tanpa kehadiran Eka penampilan Persib jauh menurun. "Adanya Eka bisa memberi kekuatan bagi tim," ungkap Nova. (B.51/net)**
Read More »»
Langganan:
Postingan (Atom)